Sugeng Pinarak Ing Alam Lamunanipun Tiang Ndusun

Custom Search

Thursday, November 13, 2008

upah


Sejujurnya banyak orang tertarik dengan “upah yang nyata” di dunia ini dibandingkan dengan “upah yang tidak kelihatan” dari Allah, yaitu Surga. Upah yang nyata tentu saja berupa uang atau materi, seperti halnya menerima gaji tiap bulan atau mendapatkan uang dari jerih payahnya bekerja. Sedangkan upah yang tidak kelihatan bisa dalam wujud damai sejahtera, sukacita, dan kondisi emosi yang sehat. Bagaimana dengan Anda?, manakah yang lebih menarik antara upah yang nyata dan upah yang tidak kelihatan?

Meski sebagian besar kita mungkin memilih upah yang nyata, bukan berarti upah yang tidak kelihatan itu kurang penting. Bahkan fakta berikut ini menunjukkan bahwa upah yang tidak kelihatan ternyata bisa juga dihitung dalam nominal uang. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki damai sejahtera, sukacita dan kondisi emosi yang sehat akan mengalami hal berikut ini :
1. Lebih jarang sakit, lebih jarang ke dokter, lebih jarang membutuhkan obat, dan secara keseluruhan lebih hemat biaya pemeliharaan kesehatan.
2. Lebih sedikit perbaikan pada peralatan atau mesin-mesin yang dimilikinya. Jika kita memiliki damai di hati dan sukacita, tentu kita akan bekerja dengan lebih konsentrasi, lebih hati-hati dan tentu saja lebih sabar. Fakta menunjukkan bahwa kondisi emosional yang sehat membuat barang-barang atau peralatan yang dimiliki menjadi lebih awet.
3. Lebih jarang terjadi kecelakaan. Kecelakaan biasanya terjadi karena kondisi emosi yang tidak baik, bisa berupa kemarahan, kekuatiran, kalut, dan tidak sabaran. Dengan memiliki kondisi emosi yang baik, maka hitung saja berapa penghematan yang kita lakukan.

“Upah yang tidak kelihatan” secara tidak langsung membuat penghematan uang yang luar biasa dalam hidup kita. Fakta ini kiranya membuat kita tidak lagi meremehkan upah dari Allah SWT tersebut, sebaliknya marilah kita mengejar upah yang tidak kelihatan tersebut sama seperti kita ingin mendapatkan upah yang nyata. Hidup kita akan benar-benar diperkaya olehnya.

Sejak seminggu yang lalu teman-teman kecoh ngobrolin tukeran uang, ada yang kegirangan, ada juga yang mengeluh.. bahkan ada juga yang mendo'akan supaya tukeran dollar naik lagi.. Kemana saja aku pergi bila ketemu teman seindonesia pasti akan ada yang menyeloteh "eh dolar sekarang tinggi lho.." di mana-mana sama kalo ada anak-anak yang berkerumun pasti yang di omongin Rupiah melemah Dollar naik.

Ya mungkin untuk kita-kita yang di Luar negeri patut gembira karena uang gaji yang dulunya sedikit bila di tuker rupiah sekarang hampir dua kali lipatnya. diriku sendiri tidak memungkiri bila mau kirim ke Indonesia nunggu tukerannya tinggi.

Tapi bila ku berfikir akan nasib orang-orang ndusun di Indonesia sana, dan menyadari bahwa aku anak Indonesia betapa aku merasa malu dan sedih. kenapalah ekonomi indonesia begitu lemah? kenapa rupiah nggak ada harganya? betapa kasihannya mereka-mereka orang-orang desa yang miskin, bagaimana mereka menompang biyaya hidup yang semakin mahal karena rupiah tidak ada harganya, sementara untuk mencari rupiah juga begitu sulit karena tidak adanya lapangan pekerjaan.

Tuesday, November 4, 2008

Dengan susah payah…
Aku berusaha menyatukan puing-puing yang hancur berserakan…
Dengan susah payah pula….
Aku mencoba mengakui kepada alam ini
bahwa aku bersalah ……
Maaf, Aku Harus Pamit
Tetapi… rasa ego dalam diriku membuatku
Tak pernah bisa merelakan kenyataan..
Selalu ada pertentangan dalam bathinku
Membuatku sering tersiksa, terbebani….
Dan akhirnya terbukti “Dilema” menjadi milikku

Harapan anak petani !!!

Sebagai seorang anak desa/petani, apakah saya berlebihan jika saya mengharapkan adanya kemajuan di bidang pertanian?
Walaupun saat ini saya masih bekerja di negeri orang, tapi bagaimanapun toh saya tidak akan terus bekerja pada orang selamanya.
Karenanya, suatu saat nanti apabila modal sudah mencukupi saya akan kembali juga ke desa pertiwi dengan harapan pertanian di kampung bisa maju demi untuk keberlangsungan kehidupan keluarga saya dan orang-orang desa tentunya. jika di lihat sekarang sepertinya semakin hari pertanian kurang mendapatkan perhatian di kalangan anak-anak muda. Sepertinya pertanian sudah bukan hal yang menarik untuk dipelajari dan dilakukan.
Hampir di seluruh pelosok pedesaan, selepas lulus sekolah mereka lebih tertarik untuk melakukan urbanisasi, pindah ke kota hanya untuk mencari kerja, sementara lahan di kampungnya ditelantarkan, dibiarkan hanya ditumbuhi ilalang dan tanaman liar lainnya.
Apakah memang harus begini adanya, terus sampai kapan?
Sungguh sangat memprihatinkan.....!!!
Sebetulnya akar permasalahanya adalah kurangnya perhatian dari pihak pemerintah, selama ini pemerintah lebih memajukan sektor industri, yang hanya bisa menyerap sebagian tenaga kerja.
Coba seandainya pemerintah kita membuat alat-alat pertanian seperti traktor dengan harga yang disubsidi dan terjangkau bagi para petani, seandainya pemerintah membuat pabrik pupuk dengan harga terjangkau, seandainya pemerintah memberikan pendidikan gratis bagi para remaja desa untuk bertani, seandainya pemerintah tidak melakukan import produk pertanian, seandainya pemerintah mau menampung hasil pertanian dikala panen melimpah, seandainya pemerintah mampu menghilangkan para tengkulak dan segudang andai-andai lainnya, saya rasa para kawula muda tidak malu bertani dan pertanian kita bisa bangkit dan mampu menopang ketahanan dan swasembada pangan.