Sugeng Pinarak Ing Alam Lamunanipun Tiang Ndusun

Custom Search

Friday, April 10, 2009

What is Love?


Suatu ketika dalam hidup, kita terdorong mencari tahu definisi dan makna
cinta. Henry A. Bowman dalam buku Marriage for Moderns (1960) memberi
penerangan komprehensif atas pertanyaan itu. Menurut Bowman, cinta berarti
satu hal bagi seseorang, dan hal lain bagi orang berbeda. Pemaknaan cinta
ditentukan latar belakang dan pengalaman masing-masing si pemberi makna.
Bahkan seseorang bisa memberi makna berbeda pada periode hidup berlainan.
Keragaman pemaknaan itu disebabkan tidak adanya formula sederhana untuk
menentukan apa yang termasuk dan tidak termasuk cinta.
Dari sekian banyak makna cinta yang telah diketahui luas, beberapa
dinyatakan tidak tepat oleh Bowman. "Ada sejumlah konsep cinta yang
menyesatkan, namun telanjur dipercaya sebagai kebenaran," ungkap
Bowman.Akibatnya, individu yang coba menentukan apakah perasaan di
hatinya
benar-benar cinta atau hal lain, makin bingung.

Cinta berpijak pada perasaan sekaligus akal sehat
============ ========= ========= ========= ========= =
Miskonsepsi pertama yang ditentang Bowman adalah manusia jatuh cinta dengan
menggunakan perasaan belaka. Betul, kita jatuh cinta dengan hati. Tapi agar
tidak menimbulkan kekacauan di kemudian hari, kita diharapkan untuk juga
menggunakan akal sehat. Bohong besar kalau kita bisa jatuh cinta dengan
begitu saja tanpa bisa mengelak. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh
cinta dipengaruhi tradisi, kebiasaan, standar, gagasan, dan ideal kelompok
dari mana kita berasal. Bohong besar pula kalau kita merasa boleh berbuat
apa saja saat jatuh cinta, dan tidak bisa dimintai pertanggungan jawab bila
perbuatan-perbuatan impulsif itu berakibat buruk suatu ketika nanti.
Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal
kebodohan.

Cinta membutuhkan proses
============ ========= ===
Bowman juga menolak anggapan cinta bisa berasal dari pandangan
pertama."Cinta itu tumbuh dan berkembang dan merupakan emosi yang kompleks,"
katanya. Untuk tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan waktu. Jadi memang
tidak mungkin kita mencintai seseorang yang tidak ketahuan asal-usulnya
dengan begitu saja. Cinta tidak pernah menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh
dari langit. Cinta datang hanya ketika dua individu telah berhasil
melakukan orientasi ulang terhadap hidup dan memutuskan untuk memilih orang
lain sebagai titik fokus baru. Yang mungkin terjadi dalam fenomena "cinta
pada pandangan pertama" adalah pasangan terserang perasaan saling tertarik
yang sangat kuat — bahkan sampai tergila-gila. Kemudian perasaan kompulsif
itu berkembang jadi cinta tanpa menempuh masa jeda. Dalam kasus cinta pada
pandangan pertama", banyak orang tidak benar-benar mencintai pasangannya,
melainkan jatuh cinta pada konsep cinta itu sendiri. Sebaliknya dengan orang
yang benar- benar mencinta. Mereka mencintai pasangan sebagai persolinatas
yang utuh.

Cinta tidak menguasai dan mengalah, tapi berbagi.
============ ========= ========= ========= =========
Bukan cinta namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan. Juga bukan
cinta bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang
mencinta tidak menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi sebagai
pasangan untuk berbagi, juga untuk mengidentifikasi diri. Bila kita
berkeinginan menguasai kekasih (membatasi pergaulannya, melarangnya
beraktivitas positif, mengatur seleranya berbusana) atau melulu
mengalah(tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak keberatan
dinomorsekiankan) , berarti kita belum siap memberi dan menerima cinta.

Cinta itu konstruktif
============ =========
Individu yang mencinta berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri
sekaligus demi (kebanggaan) pasangan. Dia berani berambisi, bermimpi
konstruktif, dan merencanakan masa depan.Sebaliknya dengan yang jatuh cinta
impulsif. Bukannya berpikir dan bertindak konstruktif, dia kehilangan
ambisi, nafsu makan, dan minat terhadap masalah sehari-hari. Yang dipikirkan
hanya kesengsaraan pribadi. Impiannya pun tak mungkin tercapai. Bahkan
impian itu bisa menjadi subsitusi kenyataan.

Cinta tidak melenyapkan semua masalah.
============ ========= ========= ========
Penganut faham romantik percaya cinta bisa mengatasi masalah.Seakan- akan
cinta itu obat bagi segala penyakit ( panacea ). Kemiskinan dan banyak
problem lain diyakini bisa diatasi dengan berbekal cinta belaka.
Faktanya, cinta tidaklah seajaib itu.Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih
berani menghadapi masalah. Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan
jernih agar bisa dicarikan jalan keluar. Orang yang tengah mabuk kepayang –
berarti tidak benar-benar mencinta — cenderung membutakan mata saat
tercegat masalah.Alih- alih bertindak dengan akal sehat, dia mengenyampingkan
problem.

Cinta cenderung konstan
============ ========= ===
Ya, cinta itu bergerak konstan. Maka kita patut curiga bila grafik perasaan
kita pada kekasih turun naik sangat tajam. Kalau saat jauh kita merasa
kekasih lebih hebat dibanding saat bersama, itu pertanda kita
mengidealisasikanny a, bukan melihatnya secara realistis. Lantas saat kembali
bersama, kita memandang kekasih dengan lebih kritis dan hilanglah segala
bayangan hebat itu. Sebaliknya berhati-hatilah bila kita merasa kekasih
hebat saat kita berdekatan dengannya dan tidak lagi merasakan hal yang sama
saat dia jauh. Hal sedemikian menandakan kita terkecoh oleh daya tarik
fisik. Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan, kita
menyukainya dalam kadar sebanding.

Cinta tidak bertumpu pada daya tarik fisik
============ ========= ========= ========= ===
Dalam hubungan cinta, daya tarik fisik penting. Tapi bahaya bila kita
menyukai kekasih hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor
lainnya. Saat jatuh cinta, kita menikmati dan memberi makna penting bagi
setiap kontak fisik. Kontak fisik, ketahuilah, hanya terasa menyenangkan
bila kita dan pasangan saling menyukai personalitas masing-masing. Maka
bukan cinta namanya, melainkan nafsu, bila kita menganggap kontak fisik
hanya memberi sensasi menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam cinta, afeksi
terwujud belakangan saat hubungan kian dalam. Sedang nafsu menuntut pemuasan
fisik sedari permulaan.

Cinta tidak buta, tapi menerima.
============ ========= ========= ===
Cinta itu buta? Tidak sama sekali. Orang yang mencinta melihat dan menyadari
sisi buruk kekasih. Karena besarnya cinta, dia berusaha menerima dan
mentolerir. Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik. Namun
keinginan itu haruslah didasari perhatian dan maksud baik. Tidak boleh ada
kritik kasar, penolakan, kegeraman, atau rasa jijik.Nafsulah yang buta.
Meski pasangan sangat buruk, orang yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu
menerima tanpa keinginan memperbaiki. Juga meninggalkan pasangan saat
keinginannya terpuaskan, hanya karena pasangan punya secuil keburukan yang
sangat mungkin diperbaiki.

Cinta memperhatikan kelanjutan hubungan
============ ========= ========= =========
Orang yang benar-benar mencinta memperhatikan perkembangan hubungan dengan
kekasih. Dia menghindari segala hal yang mungkin merusak hubungan. Sebisa
mungkin dia melakukan tindakan yang bisa memperkuat, mempertahankan, dan
memajukan hubungan. Orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha
keras menyenangkan kekasih. Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar
kekasih menerimanya, sehingga tercapailah kepuasan yang diincar. Orang
yang mencinta menyenangkan pasangan untuk memperkuat hubungan.

Cinta berani melakukan hal menyakitkan
============ ========= ========= ========
Selain berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh- sungguh mencinta
memiliki perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan
hal yang tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang
berkata "tidak" saat anaknya minta es krim, padahal sedang flu. Begitulah
kita semua seharusnya bersikap pada pasangan.

...God Bless Us...