Sugeng Pinarak Ing Alam Lamunanipun Tiang Ndusun

Custom Search

Saturday, May 30, 2009

Projek Cerpen yang belum selesai

Senja itu kuberjalan menyelusuri kampung di sebuah desa kecil di pinggir kota gudeg Yogyakarta. Desa di mana dulu Almarhun Ayahku di lahirkan dan di besarkan oleh nenek dan kakekku tercinta. Di tepian sungai sejenak kuhentikan langkahku, kurebahkan tubuhku di atas hamparan padang rumput hijau tuk sekedar hilangkan penat yang tengah melanda tubuh dan jiwaku. Kubiarkan pandanganku lepas menelanjangi awan biru. Uugh……. Langit begitu cerah hari ini… Semilir angin senja hampir-hampir melelapkan mataku. “Tika…. Tika kha itu?” tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan memanggil-manggil namaku, suara yang kedengarannya tidak asing di telingaku. Seorang perempuan tua tergopoh-gopoh melangkah menghampiri diriku. “Eh.. budhe Lastri.. budhe apa kabarnya, sehat?” begitulah sapaanku sembari bangkit dan menghulurkan tanganku. “Ibudhe sehat, kapan Tika sampai? Kenapa mau kemari tidak menelpon dulu… kan Agus bisa menjemputmu di stasiun.” jawab budhe Lastri sembari terus memeluk dan mendekap tubuhku. Jantungku serasa berdengup kencang setelah mendengar nama Agus. Kenangan lama kembali menerobos masuk ke dalam pikiran dan jiwaku. Terkenang saat-saat kecil kami selalu bersama hingga perpisahan kami tujuh dahun dahulu. Di tepi sungai ini aku sering menghabiskan waktuku bersama agus, bercanda, tertawa bahkan menangis apabila di jaili oleh agus.. Tidak terasa benih-benih cinta tumbuh di antara kita. Cinta pertama yang terlarang. Betapa marahnya dulu Budhe dan Pakde saat Agus meminta ijin ingin melamarku, Mata pakdhe melotot hampir terkeluar dari kelopak matanya, tangannya mengepal hampir-hampir melayang ke muka Agus mujur budhe segera mencegahnya “Aku tidak akan pernah mengijinkan kamu menikah dengan tika, tika itu adikmu.. anak dari pamanmu sampai aku matipun aku tidak akan pernah mengijinkan kamu berdua sekarang juga kamu harus pisah !!” . Kata-kata itulah yang terakhir aku dengar dari mulut Pakdhe,sejak saat itu kami memang bener-bener berpisah aku berangkat ke negeri Singa, sementara Agus mendaftar menjadi Polisi dan di tugaskan di Timor-timur. Sekarang pakdhe sudah tiada sudah menyusul adiknya dan tenang di alam baka sana. “Tika semua keluarga Cilacap sehat, Kapan kamu pulang dari Singapore?” buhde lastri kembali bertanya. “alhamdulillah semua sehat buhde, tika pulang sejak dua minggu yang lalu.. tadi sebetulnya tika mau ke rumah teman, tapi kebetulan bus yang tika naiki lewat jalan di depan sana makannya tika buru-buru nyetop kondekturnya supaya berhenti dan tika turun di depan sana.. habis begitu tika melewati jalan di depan sana pikiran tika jadi keping banget menjenguk makan simbah… tadi tika sempet bingung juga ketika mau kemari habis rumah-rumah di desa ini sudah pada bagus-bagus sich…” Clotehku sembari berusaha menutupi sebak di dalam dadaku. Meski aku tutupi semua perasaanku tapi aku yakin budhe pasti tau apa yang ada di dalam pikiranku. “Tujuh tahun tika kamu tidak pernah kemari, untung tadi nggak nyasarkan.. dari kecil ingatanmu memang cukup tajam.. tidak berubah kamu ponakan yang paling pintar dan pemberani.. ingatkan waktu kecil-kecil dulu budhe selalu nyuruh kamu pergi ke warung, meski banyak pesanan budhe pasti tidak ada satupun yang tertinggal.” Cloteh budhe sembari tertawa berusaha menghibur kegundahan dalam hatiku. “Budhe memang Agus ada di sini? Tika dengar dari ibu katanya Agus tinggal di Jakarta bersama anak dan Istrinya, pasti anaknya agus sudah gede ya budhe?” tanyaku pura-pura tersenyum. Terlihat wajah budhe lastri berubah seperti menyembuyikan sesuatu. “budhe ada apa?” aku kembali bertanya mengeluarkan rasa ingin tahuku yang begitu dalam. Budhe Lastri tidak terus manjawab pertanyaanku tapi beliau malah mengajaku pulang kerumahnya. “Kok dari tadi kita malah ngobrol di sini mari kita pulang !! kamu pasti capek dan lapar kan naik bus dari cilacap kemari kebetulan tadi pagi budhe sudah masak daun telo kesukaanmu” “ach… budhe masih ingat saja..” jawabku sembari beranjak melangkahkan kakiku. Dalam perjalanan menuju rumahnya budhe lastri banyak bercerita tentang rumah tangga agus yang sedang di landa badai.. “oh.. jadi agus di sini karena berpisah dengan istrinya tho budhe?” “ya begitulah tika, budhe sendiri tidak tau lagi harus bagaimana kedua-duanya memang keras kepala” sambil terus bercerita akhirnya kamipun sampai ke rumah budhe, rumah yang memiliki banyak kenangan saat kecil, meski sudah banyak perubahan pada rumah ini tapi posisi dan bentuk rumah ini tidak berubah masih sama seperti dulu.

Bersambung..